Penyelamatan Penyu Kalimantan Barat Perlu Upaya Serius

Friday, August 21, 2009
Oleh: Aulia Rahman
Paloh (07/08) – Ribuan Telur Penyu dicuri dari sarangnya setiap malam di pantai perteluran sepanjang 63 kilometer dari Selimpai sampai Tanjung Dato, daerah perbatasan Indonesia – Malaysia. Tim pengawasan WWF bekerjasama dengan masyarakat lokal menemukan 904 sarang yang digali oleh pencuri hanya di bulan Juni 2009 dan dari jumlah tersebut hanya 2 sarang yang berhasil diselamatkan.
”Masyarakat di sini memanfaatkan telur penyu sebagai komoditas yang bisa dijual, apalagi ke negara tetangga (Malaysia – red) yang nilai jualnya semakin tinggi.” tutur Asman, 33 tahun, yang menjabat sebagai sekretaris desa Temajuk, Paloh, Kalimantan Barat ketika ditemui Kamis, 29 Juli 2009.
Lebih lanjut Asman menyampaikan ”daerah ini bisa lebih berkembang dan lebih sadar lingkungan apabila ada pembangunan akses jalan darat dari Paloh ke Temajuk. Saya menjamin masyarakat tidak akan mengambil telur penyu lagi kalau jalan darat sudah dibangun.”
Temajuk adalah sebuah desa terpencil dengan jumlah warga sekitar 500 orang. Kebanyakan warga disini bekerja sebagai nelayan ikan atau buruh perkebunan di negara Malaysia. Sebagai sebuah garis terdepan penjagaan batas-batas wilayah kedaulatan RI, Temajuk tidak memiliki infrastruktur jalan dari kota kecamatan terdekat. Satu-satunya akses darat menuju desa tersebut ditempuh melalui garis pantai yang ditempuh waktu sekitar 2-3 jam. Biaya yang dibutuhkan untuk ojek motor tidak murah, warga harus merogoh kocek sekitar 300-350 ribu rupiah untuk satu kali perjalanan antara Temajuk dan Paloh, tidak jarang halangan melintang seperti ban bocor, rantai putus, sampai mesin jebol.
Pembangunan akses jalan akan memberikan banyak manfaat bagi banyak pihak. Suplai sembako dan barang kebutuhan substansi dapat disalurkan dengan mudah, dengan begitu desa di titik terluar tersebut akan terlepas dari ketergantungan membeli bahan-bahan pokok dari negeri jiran. Sedangkan pantai perteluran akan lebih terlindungi ketika sepeda motor tidak lagi melintasi wilayah pantai tersebut.
Pemakaian garis pantai juga beresiko tinggi memberikan tekanan terhadap ekosistem dan habitat pantai perteluran penyu. Penyu adalah hewan yang sangat sensitif terhadap suara dan cahaya, sehingga laju kendaraan bermotor di malam hari akan sangat mengganggu penyu yang akan naik untuk bertelur.
Di sepanjang garis pantai tersebut adalah habitat perteluran penyu hijau, penyu sisik, dan penyu lekang. Menurut kesaksian warga setempat penyu belimbing juga pernah diceritakan bertelur di kawasan pantai Paloh.
Upaya Konservasi Setengah Hati
Penjagaan terhadap kawasan pantai perteluran sepanjang 63 kilometer dari Tanjung Belimbing sampai ke Tanjung Dato juga sangat minim. BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) hanya memiliki satu karyawan honorer yang tidak memiliki fasilitas penunjang yang memadai.
Kepala Resor BKSDA Kecamatan Paloh - Kalimantan Barat, Furqon, menyampaikan ”Kita memiliki satu pegawai honorer untuk penjagaan pantai dan tempat penetasan telur-telur penyu di Selimpai. Karena tidak sanggup menggaji maka kita berikan ijin untuk menjual sebagian telur-telur penyu tersebut sebagai kompensasi gaji bagi yang bersangkutan.”
Estimasi WWF memperkirakan pendapatan penjualan telur penyu ilegal sebesar 12 juta rupiah per malam di musim puncak perteluran. Perkiraan ini didapatkan dari harga telur penyu per buah yang mencapai 4000 rupiah di pasaran, dan setiap malam dapat dijumpai 30 sarang penyu dengan isi sarang rata-rata 100 butir telur. Jelas adanya sindikat yang rapi dan teratur dalam pembagian uang tersebut.
BKSDA tampaknya tidak serius dalam menangani upaya konservasi spesies langka tersebut. Belum ada tindakan serius menangani pencurian telur-telur tersebut. Di pusat penangkaran TWA (Taman Wisata Alam) Tanjung Belimbing tampak tidak terlihat petugas yang berjaga-jaga. Beberapa bak penampungan tukik juga tampak kotor dan tidak terurus, selain itu di bak penetasan juga tampak beberapa bagian pagar pembatas jebol dan terbuka, hal ini dapat memudahkan predator telur penyu mudah masuk.
”Untuk jumlah telur tukik yang dijual per bulannya saya tidak mendapatkan laporan, serta tukik-tukik itu sengaja kita tahan sampai agak dewasa, minimal 4-6 bulan, agar siap dilepaskan ke alam, ini sesuai dengan instruksi Kepala Balai (BKSDA – red) di tingkat propinsi atau ketika ada yang mau membayar untuk melepaskan tukik tersebut, biasanya adalah dari kunjungan sekolah.” Furqon menambahkan.
Dwi Suprapti, Staf Program Konservasi Penyu WWF-Indonesia, ketika di konfirmasi di Pontianak, Kalimantan Barat menyampaikan ”pencurian telur penyu sudah sangat memprihatinkan, upaya serius dari banyak pihak perlu segera dikolaborasikan. Solusinya adalah memberikan infrastruktur bagi masyarakat seperti akses jalan, membangun pemasukan alternatif, proteksi habitat, serta penegakan hukum yang konsisten.”

Sumber : WWF-Indonesia

0 comments:

Post a Comment